I. Berdasarkan Teori
Coleman (1976) menjelaskan bahwa Schizophrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai oleh split/disorganisasi personality. Mengalami ketidak harmonian psikologis secara menyeluruh, pendangkalan/kemiskinan emosi, proses berpikir yang memburuk. menghilangnya kesadaran sosial, adanya delusi, halusinasi, sikap/perilaku yang aneh, dan emosinya inkoheren dimana bila terdapat kejadian yang menyenangkan bisa saja penderita malah menjadi bersedih hati, demikian pula sebaliknya.
Halusinasi adalah pengalaman indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptor. Delusi adalah keyakinan yang tidak mempunyai bukti-bukti kebenaran atau bukti-bukti yang dapat diperlihatkan. Dibandingkan dengan gangguan abnormalitas psikis lainnya, penderita schizophrenia relatif paling sedikit yang sembuh maupun yang meninggal, sehingga "tumplek" di Rumah Sakit, dimana 50% pasien RSJ adalah penderita Schizophrenia.
Gangguan kepribadian Schizophrenia ini bisa terjadi pada hampir setiap tingkat usia :
Modus pada : 30 - 35 tahun
10% pada : 20 tahun
65% pada : 20 - 40 tahun
25% pada : di atas 40 tahun.
Gangguan kepribadian Schizophrenia ini bisa terjadi pada hampir setiap tingkat usia :
Modus pada : 30 - 35 tahun
10% pada : 20 tahun
65% pada : 20 - 40 tahun
25% pada : di atas 40 tahun.
Gejala-Gejala Penyakit ini adalah :
1. Emotional disorders.
Hilangnya aktivitas afek yang normal, dimana kehidupan afeknya sangat terganggu. Ciri utama patologi emosinya adalah apatis, dimana reaksi emosinya datar, tidak wajar, menyulitkan orang normal untuk melakukan kontak dengan pasien (seolah-olah diselubungi tembok). Social feeling-nya menghilang, misalnya : bertahun-tahun di bangsal yang sama, bisa tidak saling berbicara. Reaksi emosinya sukar diprediksi, inkongruen, ambigous, tanpa sebab bisa menangis, berteriak-teriak, terkekeh-kekeh, tertawa dibuat-buat, ambivalen (misalnya membunuh sambil tertawa terbahak-bahak).
2. Delusions.
Di sini subyek memiliki keyakinan yang tidak mempunyai bukti-bukti yang benar atau bukti-bukti yang dapat diperlihatkan. Hal ini lebih dari seperti bentuk mimpi pada orang normal, lebih fantastis, sukar dibayangkan anehnya. Semua ide dan rasa yakin yang dimiliki subyek menyalahi logika dan bersifat fantastis, tetapi pada subyek tidak terdapat keinginan untuk menentangnya. Segala sesuatu bagaikan dalam dunia mimpi, penuh khayal tetapi sangat diyakini subyek sebagai hal yang dialami dan merupakan bagian dari diri subyek. Beberapa bentuk delusi, antara lain :
a. Delusions of Reference, yaitu keyakinan subyek bahwa orang-orang membicarakannya, menuding, memuat gambarnya dikoran, dan sebagainya.
b. Delusions of Influence, yaitu keyakinan subyek bahwa "musuh"-nya dengan segala cara berusaha mempengaruhinya, dengan teknik elektro yang kompleks, memasang elektroda dikepalanya, dan sebagainya.
c. Delusions of Persecutions, yaitu keyakinan subyek bahwa ia dimusuhi, diancam komplotan, diburu, ditekan, dan sebagainya.
d. Delusions of Sins and Guilt,
yaitu keyakinan subyek akan dosa-dosanya yang tak terampuni, rasa bersalahnya karena ia mencelakakan orang lain karena ia jahat, dan sebagainya.
e. Delusions of Grandeur, yaitu keyakinan subyek bahwa dirinya adalah orang yang serba hebat, serba luar biasa, mahasuci, dan sebagainya.
f. Hyphocondriacal Delusions, yaitu keyakinan subyek bahwa dirinya mengalami penyakit yang aneh, mengerikan, mematikan, dan sebagainya.
g. Nihilistic Delusions, yaitu keyakinan subyek bahwa dirinya merasa dihukum paksa, dimana subyek merasa dirinya sudah mati beberapa tahun yang lalu dan jiwanya sudah menguap tetapi badannya masih tersisa di dunia karena dihukum paksa.
3. Hallucinations.
Gejala halusinasi ini sangat menonjol muncul sebagai simptom schizophrenia dibandingkan dengan pada bentuk gangguan abnormalitas lainnya. Halusinasi merupakan persepsi atau pengalaman indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya. Macam-macam halusinasi :
a. Auditory Hallucination, yaitu subyek mendengar sesuatu dimana tidak terdapat stimulasi yang obyektif terhadap indera dengarnya. Misalnya subyek merasa mendengar suara Tuhan, suara ghoib, dan sebagainya.
b. Visual Hallucination, yaitu subyek mendengar sesuatu dimana tidak terdapat stimulasi yang obyektif terhadap indera penglihatannya. Misalnya melihat nabi, melihat, bidadari, dan sebagainya.
c. Olfactory Hallucination, yaitu subyek mencium sesuatu dimana tidak terdapat stimulasi yang obyektif terhadap indera penciumannya. Misalnya mencium gas beracun, yang disemprotkan ke kamarnya, dan sebagainya.
d. Gustatory Hallucination, yaitu subyek mengecap sesuatu dimana tidak terdapat stimulasi yang obyektif terhadap indera pengecapnya. Misalnya, merasakan adanya racun pada makanan yang dimakannya atau minuman yang diminumnya, dan sebagainya.
e. Tactual Hallucination, yaitu subyek merasakan adanya sesuatu yang menstimulasi indera rabanya dimana tidak terdapat stimulasi yang obyektif. Misalnya, merasakan adanya ular yang merayap pada kuduknya atau badannya, dan sebagainya.
4. Speech Disorder
Subyek yang mengalami gangguan schizophrenia mengalami gangguan bicara, bisa dalam bentuk membisu, tidak komunikatif, dan sebagainya. Hal ini terjadi karena rendahnya minat untuk mengadakan relasi sosial. Subyek tidak merasa perlu untuk berbicara, atau merasa diperintah untuk tidak bicara, atau takut bau mulutnya mengganggu orang lain, dan sebagainya. Atau bahkan sebaliknya, subyek banyak bicara tetapi kualitas bicaranya inkoherent, repetitik, meloncat-loncat, dan tidak relevan. Ciri bicaranya adalah tidak dapat atau sukar dimengerti atau tidak berkaitan. Terjadi neologisme, yaitu membentuk kata-kata baru dari kata-kata lama yang hanya subyek sendiri yang mengerti (pada orang normal biasanya disebut akronim yang terbentuk melalui prinsip-prinsip tertentu).
5. Tulisannya "aneh"
Tulisan subyek biasanya diulang-ulang (stereotipe), ganjil, dimuluk-muluk, dan sebagainya. Bahasa lisannya tidak berhubungan antara satu kata dengan kata lain, atau satu kalimat dengan kalimat lain, tidak mengikuti aturan tata bahasa yang benar atau
seenaknya saja. Kata-katanya banyak yang hilang atau terpenggal begitu saja.
6. Thinking Disorders
Karena cara berpikirnya yang tidak terintegrasi dengan baik, kata-kata yang oleh orang normal disupress, pada schizophrenia dilepas saja. Cara berpikirnya meloncat-loncat, tidak urut, tidak selesai, sehingga sukar bagi orang normal untuk menyesuaikan cara berpikirnya dengan isi dan jalan pikiran subyek, karena arahnya tidak jelas, tidak koheren, sukar diikuti, dan sebagainya. Pemikirannya tidak memiliki sasaran yang jelas, tidak terorganisir, tidak utuh dalam proses dan cara berpikirnya.
Menurut Bleuer, terjadi daya asosiasi dalam proses berpikir yang melemah pada penderita schizophren. Menurut Storch & White, pada penderita schizophrenia terjadi regresi dalam kemampuan berpikir dan bahasa, sehingga menampilkan bentuk-bentuk primitif dalam perkembangan dan pengendaliannya. Penderita schizophren berpikir dalam term kongkrit yang mempunyai arti subyektif. Subyek tidak mampu mengkonstruksikan ide-ide yang abstrak. Pada tes psikologis, hasil tesnya terlihat rendah pada abstract behaviour, concept formation, dan generalizing ability. Bila hasil psikotesnya tersebut baik, maka penderita memiliki kecenderungan untuk sembuh, karena secara menyeuruh subyek mampu mencapai relasi kelompok dan mampu menghadapi masalah-masalah abstrak.
7. Gangguan Intelegensi
Intelligence Quotient (IQ) berada pada sekitar average. Kemunduran intelegensi baru terlihat setelah 1 - 2 tahun, yaitu di bawah rata-rata tingkat usia mentalnya (tetapi tidak sama pada setiap penderita).
Tes vocabulary kurang begitu terganggu dibanding tesnya untuk learning, memory, motor ability, dan abstract thinking. Tetapi, kerusakan intelegensi tidak permanen. Dengan meningkatnya perbaikan psikis, intelegensi berangsur-angsur normal seperti semula.
8. Gangguan Psikis Lainnya
Hal yang menyolok adalah adanya deteriorasi dan disturbance emosi, dimana sangat disoriented, yaitu ditandai oleh delusi. Daya ingatnya mengalami kemunduran pada fase awal. Hal itu lebih disebabkan karena kurangnya perhatian, minat, dan terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam proses learning. Pada mulanya penderita masih bisa mengenal siapa dirinya, identitasnya, dan mengenal orang-orang di sekitarnya. Akan semakin melemah seiring dengan semakin parahnya penyakit yang dideritanya.
Psikomotoriknya kadang-kadang terlihat terganggu, tetapi kadang-kadang tidak. Hal itu tergantung pada tipe schizophren yang dideritanya. Insight melemah cukup menyolok, dimana penderita tidak mampu menerima penilaian terhadap kenyataan-kenyataan dirinya. Penderita tidak bisa diajak mengerti. Penderita tidak mampu mengendalikan aktifitasnya sesuai dengan norma lingkungan sosialnya.
9. Simptom-Simptom Fisik
Kesehatan tubuh yang dimiliki penderita sangat buruk. Hal ini disebabkan karena tidak terawat, kurang gizi, tidur tidak teratur/terganggu, lemah secara fisik, kurus kering, dan suhu tubuh terganggu.
II. Berdasarkan PPDGJ
Menurut PPDGJ, schizophrenia pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental pada karakteristik pikiran dan persepsi serta afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciouness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Dalam melakukan diagnosa schizophrenia pada penderita, terdapat beberapa pedoman diagnostik yang harus diikuti, yaitu:
pertama harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (biasanya 2 gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).
1. Isi Pikiran
a. Thought Echo. Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang dan bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.
b. Thought Insertion atau Withdrawl. Isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawl)
c. Thought Broadcasting. Isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
2. Delusi
a. Delusion of Control. Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.
b. Deluasions of Influence. Waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.
c. Delusions of Passivity. Waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar. "Tentang dirinya" artinya secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
d. Delusional Perception. Pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
3. Halusinasi Auditorik.
a. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku penderita.
b. Mendiskusikan perihal penderita di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara)
c. Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
4. Waham yang menurut budaya dianggap tidak wajar.
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Kedua, dalam melakukan diagnosa schizophrenia pada penderita paling sedikit terdapat 2 (dua) gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas.
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengembang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide yang berlebihan (over valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b. Arus pikiran yan terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
d. Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial. Tetapi, harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Ketiga, adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal.
Keempat, harus ada perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
0 komentar:
Posting Komentar